Samarinda, Pilkada Kalimantan Timur semakin memanas dengan munculnya janji menggiurkan dari pasangan calon Rudy Mas’ud dan Seno Aji dalam Gratispol-nya. Dalam sebuah acara di Hotel Puri Senyiur Samarinda, Minggu malam (22/9/2024),
Rudy membuat gebrakan dengan janji memberikan pendidikan gratis mulai dari tingkat SMA hingga perguruan tinggi (S3).
Di hadapan audiens yang mayoritas warga Muhammadiyah, janji ini sontak menjadi sorotan. Namun, pertanyaan besar yang muncul adalah: apakah janji ini dapat diwujudkan? Apakah realistis? Pertanyaan ini diwakili oleh penanya wanita, Ade Mardiyah yang memperkenalkan dirinya dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Kota Samarinda.
Dalam pemaparannya, Rudy mengungkapkan bahwa alokasi dana pendidikan di Kalimantan Timur saat ini telah mencapai Rp4 triliun. Namun, ia mengaku belum puas.
Masih kata Rudy Mas’ud, anggaran memadai untuk menggratiskan seluruh biaya pendidikan. Namun pihaknya tetap merasa perlu adanya dorongan dari sektor-sektor unggulan, tidak hanya sektor pertambangan batu bara, untuk menambah anggaran.
Dengan penuh keyakinan, Rudy menegaskan bahwa jika sumber daya alam di Kaltim dikelola secara maksimal, program pendidikan gratis ini dapat terwujud.
“Alokasi dana pendidikan di Kaltim itu sekitar Rp4 triliun, tapi kita harus bisa lebih dari itu. Kita punya potensi besar yang bisa kita optimalkan untuk rakyat,” ungkap Rudy penuh optimisme.
Meski demikian, audiens warga Muhammadiyah tampak terbagi—ada yang mendukung, namun tak sedikit yang meragukan janji tersebut.
Berapa sebenarnya biaya yang dibutuhkan?, untuk mengetahui apakah janji pendidikan gratis ini realistis, tentu perlu menghitung biaya yang diperlukan. Berdasarkan data BPS, terdapat sekitar 833.718 pelajar di Kaltim, mulai dari TK hingga perguruan tinggi. Rudy menyebutkan bahwa anggaran pendidikan saat ini berada di angka Rp4 triliun, namun untuk menutupi biaya pendidikan gratis dari TK hingga perguruan tinggi, anggaran yang dibutuhkan jauh lebih besar.
Dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Timur dan proyeksi anggaran pendidikan daerah, jumlah pelajar dan mahasiswa di Kalimantan Timur per tahun 2024 tercatat 833.718 orang, dengan rincian 175.085 siswa di jenjang TK dan SD, 173.760 siswa di jenjang SMP, 175.279 siswa di jenjang SMA, dan 309.594 mahasiswa di perguruan tinggi.
Berikut perkiraan biaya tahunan per siswa di Kalimantan Timur: untuk jenjang TK hingga SD sebesar Rp5 juta per siswa, SMP Rp6 juta per siswa, SMA Rp7 juta per siswa, dan mahasiswa di perguruan tinggi Rp8 juta per mahasiswa. Dengan jumlah pelajar yang mencapai ratusan ribu, total keseluruhan biaya pendidikan gratis bisa mencapai sekitar Rp4,852 triliun per tahun.
Meskipun anggaran pendidikan saat ini sudah mencapai Rp4 triliun, masih dibutuhkan tambahan setidaknya Rp852 miliar untuk menutupi seluruh biaya pendidikan gratis yang dijanjikan oleh pasangan Rudy-Seno. Perhitungan ini hanya mencakup biaya langsung untuk siswa, belum termasuk aspek-aspek penting lainnya.
Biaya operasional sekolah, gaji guru, perawatan fasilitas, dan pengembangan kurikulum belum diperhitungkan dalam angka tersebut. Jika sektor-sektor ini diabaikan, ada risiko bahwa kualitas pendidikan di Kalimantan Timur akan terganggu, sehingga perlu perhatian lebih dalam implementasi kebijakan ini.
Apakah APBD Kaltim mampu?, pada tahun 2025, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kalimantan Timur telah disahkan dengan total Rp21 triliun. Jika janji pendidikan gratis dari pasangan Rudy-Seno langsung diterapkan, maka 23,5% dari APBD atau sekitar Rp4,852 triliun perlu dialokasikan khusus untuk pendidikan.
Hal ini akan menambah tekanan pada APBD, karena selain pendidikan, ada kebutuhan penting lain yang harus dibiayai, seperti infrastruktur terkait Ibu Kota Nusantara (IKN), kesehatan, dan pembangunan lainnya.
Sebagai perbandingan, provinsi lain seperti DKI Jakarta dan Jawa Barat memang mengalokasikan sekitar 20-25% dari APBD mereka untuk sektor pendidikan, tetapi tidak mencakup pendidikan gratis sepenuhnya. Sementara itu, Kalimantan Timur harus menjaga keseimbangan antara pembiayaan pendidikan dan proyek besar lainnya seperti pengembangan IKN.
Rudy optimistis bahwa potensi batu bara dapat menutupi kekurangan anggaran tersebut. Namun, kenyataannya tidak semudah itu. APBD juga harus dialokasikan untuk sektor-sektor lain yang tak kalah penting, seperti kesehatan, infrastruktur, dan tentunya pembangunan ibu kota baru, IKN Nusantara. Jika terlalu banyak anggaran disedot untuk pendidikan, bagaimana dengan sektor-sektor krusial lainnya?
Warga Muhammadiyah yang hadir malam itu tidak sekadar mendengar, mereka juga aktif bertanya mengenai bagaimana janji ini bisa dijalankan tanpa mengorbankan sektor lain. Beberapa pihak skeptis, terutama terkait hitung-hitungan yang disampaikan Rudy. Meski ada yang optimistis dengan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari batu bara, tak sedikit yang menilai janji pendidikan gratis ini terlalu ambisius.
Rudy berusaha menenangkan audiens dengan menyampaikan bahwa program ini akan dijalankan secara bertahap. Ia meyakini bahwa dengan reformasi besar di sektor ekonomi dan dukungan dari pemerintah pusat, visi ini bisa terwujud. Namun, seperti yang disampaikan oleh salah satu audiens, “Kalau pendidikan gratis, tapi pembangunan daerah terhambat, apa nggak malah jadi bumerang buat rakyat,”ucapnya.
Pada akhirnya, tentunya harus melihat kenyataan. Meski Rudy Mas’ud optimis bahwa anggaran pendidikan Rp4 triliun saat ini dapat dioptimalkan, kebutuhan untuk mewujudkan pendidikan gratis total masih jauh di atas angka tersebut. Tanpa peningkatan PAD yang signifikan, janji ini lebih terlihat sebagai strategi politik ketimbang kebijakan yang benar-benar dapat diwujudkan.
Jika terlalu banyak anggaran dialokasikan hanya untuk pendidikan, sektor-sektor lain seperti infrastruktur, kesehatan, dan persiapan IKN bisa terabaikan. Ini adalah risiko yang perlu dipertimbangkan. Apalagi dengan tantangan Kaltim sebagai lokasi ibu kota baru, pembangunan daerah tidak boleh berhenti hanya demi satu program.